Contoh Kutipan Novel “Eiffel I’m In Love” beserta Unsur Intrinsiknya

Hal yang Menarik dari Kutipan Novel

Setiap karya sastra pasti memiliki kelebihan dan kekurangan serta kemenarikan dan hal yang tidak menarik. Tidak terkecuali juga novel sebagai sebuah karya sastra.
Namun demikian, kelebihan dan kekurangan atau menarik dan tidak menariknya sebuah karya sastra dipengaruhi oleh banyak hal. Di antaranya yaitu sudut pandang apresian yang menilai karya tersebut, lingkungan karya, dan penulis karya. 
Dalam hal ini, tidak ada objektivitas yang mutlak untuk memberikan vonis terhadap baik buruknya atau menarik tidaknya sebuah karya sastra. Namun, meski demikian, tentunya ada standar pendekatan yang dapat digunakan untuk mengukur bobot sebuah karya sastra, di antaranya adalah teori, pandangan publik, dan pendapat orang-orang yang berkompeten. 
Berdasarkan hal tersebut, akan sangat mungkin terjadi bahwa penilaian seratus orang terhadap sebuah novel akan memunculkan seratus pendapat yang berbeda, meskipun di dalamnya ada kemungkinan persamaan pandangan.
Sebagaimana telah dibahas pada pembelajaran di muka bahwa kemenarikan sebuah novel dapat diuraikan berdasarkan unsur-unsur intrinsiknya. Dengan menelisik unsur tersebut, kalian dapat mengetahui mengenai alur cerita, karakter tokoh, tema yang ditonjolkan, gaya bahasa, dan amanat yang disampaikan.

Contoh Kutipan Novel “Eiffel I’m In Love”

Bacalah petikan novel berikut dengan cermat!
Contoh Kutipan Novel "Eiffel I'm In Love" beserta Unsur Intrinsiknya
Novel “Eiffel I’m in Love”
“Non, kayaknya Non perlu nelpon Bapak. Soalnya di sini uda sepi. Udah ngga ada orang yang nunggu.” kata sopir Tita yang tampaknya sudah kelelahan mengangkat-angkat papan nama tersebut. Dan sepertinya Tita juga baru menyadari bahwa bandara sudah jauh lebih sepi dibandingkan saat mereka pertama datang.

“Ya udah. Tita ke telpon umum duIu. Jangan ke mana-mana ya. Kalo orangnya udah ketemu, suruh tunggu di sini sampei Tita, dateng,” perintah Tita. Tita segera beranjak dari tempat duduknya dan berjalan menuju telepon umum.

“Hallo?”

“Hallo, Papa? Ini Tita. Tamunya kok belum dateng?”

“Belum dateng apanya? Om Reza udah nelpon kemari sampai sepuluh kali. Kamunya kok ngga dateng-dateng sih? Om Reza udah nungguin 2 jam lebih loh!”

“Ngga mungkin, Pa, Tita udah nungguin di sini 3 jam yang lalu kok. Om Reza ngga nongol-nongol.”

“Kamu nunggunya di mana?”

“Di …”, Tita tengak-tengok kiri-kanan mencari petunjuk di mana ia berada sampai pada sebuah papan yang tergantung di pint luar. “Ya ampun! Tita nunggunya di kedatangan dalam negeri! Pantesan aja ngga ketemu.”

Tita langsung berjalan cepat ke tempat sopirnya menunggu dan menyuruhnya pergi dari tempat itu. Mereka berdua kemudian berlari ke tempat kedatangan luar negeri.

“GUBRAAK!” Tiba-tiba saja Tita menabrak sesuatu yang keras dan terjatuh. Tita mencoba untuk bangkit dan melihat apa yang ditabraknya itu. Ternyata orang yang ditabrak Tita adalah seorang lelaki bertubuh tinggi yang tampaknya beberapa tahun lebih tua dari Tita dan badannya basah terkena minuman yang tumpah akibat tabrakan tadi.

“Aduh, maaf. Maaf, Mas. Saya ngga sengaja.”

“Maaf, maaf. Kalo jalan mata ngeliat ke depan dong. Lagian di tempat ramai begini main lari-Iarian,” seru lelaki itu sambil mengusap-usap bajunya yang basah. LeIaki itu kemudian menarik papan nama yang dipegang oleh sopir Tita dan membacanya.

Lalu ia melihat ke arah Tita. “Jadi, kamu yang namanya Tita?” katanya.

“I … iya. Kok bisa tahu?”

“Tahu nggak? Minuman yang kamu tumpahin ini, udah gelas yang ketiga sejak nungguin kamu. Gimana nggak kesel nungguin 2 jam.”

“Maaf, saya salah tempat. Saya nunggunya di kedatangan dalam negeri,” jawab Tita dengan pelan.

“Udah bikin nunggu lama, kemeja jadi basah kuyup begini. Tuh, Papa udah nunggu dari tadi di situ,” kata Adit sambil menunjuk tempat Om Reza duduk.

“Siang, Om. Maaf, udah nunggu lama,” sapa Tita sambil menyodorkan tangannya. Tita membayangkan jika Om Reza tidak menyambut uluran tangannya dan malah memarahinya, seperti pemuda tadi.

“Oh, ini to si Tita?”

“I … i … iya, Om,” jawab Tita dengan takut.

“Ya, ampun kamu udah gede ya. Kelas berapa sih, kamu? Tahu nggak terakhir kali Om ngeliat kamu, kamu masih selutut Om. Kecil sekali. Oh ya, kamu udah ketemu sama Adit, ya? Maaf ya orangnya agak galak. Om juga nggak tahu kenapa dia bisa judas begitu sekarang. Padahal dia duIu ramahnya bukan main loh. Waktu kecil malah Adit paling suka main rumah-rumahan sama sepupusepupunya yang perempuan. Ini semenjak ibunya meninggal beberapa tahun yang lalu. Mungkin lambat laun dia baik lagi. Ya, ngga? Mungkin kalo udah ketemu jodohnya, dia bisa ngerobah sifatnya lagi,” kata Om Reza panjang lebar. 

Tita serasa ingin ketawa saja, mengingat Adit yang tadi begitu galak memarahinya ternyata senang main rumah-rumahan.
(Eiffel I’m In Love, Rachmania Arunita)

Unsur-unsur Intrinsik Novel

Sebagaimana telah disampaikan di atas, kemenarikan dari sebuah novel dapat dilihat dari berbagai unsur intrinsiknya. Selain itu, tentunya hal yang paling dominan dan kebanyakan orang menyimpulkan, kemenarikan sebuah novel tentu dari segi isi ceritanya. Namun, kalian tidak boleh lupa bahwa isi cerita dalam sebuah novel terbangun atas unsur-unsur intrinsik dan ekstrinsik.
Beberapa contoh kemenarikan dari petikan novel di atas di antaranya adalah berikut.
1. Dari segi tema; kutipan novel tersebut menyajikan tema mengenai anak muda atau remaja dengan segala perilaku, sifat, dan kediriannya. Berdasarkan tema tersebut dapat tersirat bahwa isi novel di atas mengungkapkan kisah anakanak remaja yang berkaitan dengan hal-hal tersebut.
2. Dari segi alur; kutipan novel di atas memiliki alur yang bersifat maju. Jalinan cerita disusun berdasarkan urutan waktu yang berjalan ke depan, bukan flashback (berbalik) atau berjalan ke masa lalu. Dengan alur seperti itu, jalan cerita novel ini dapat dengan mudah dipahami oleh para pembaca.
3. Dari segi amanat atau pesan; beberapa amanat yang dapat disimpulkan dari petikan novel tersebut dapat dicerminkan dari sebuah kehidupan nyata. 
Pesan-pesan yang dapat kalian ambil dari kutipan novel tersebut, baik secara tersirat maupun tersurat, di antaranya sebagai berikut.
1) Cermati dan telitilah setiap pekerjaan atau sesuatu yang kita lakukan agar tidak terjadi kesalahan. Hal tersebut terungkap dalam novel, yaitu ketidaktelitian Tita memerhatikan tempat menunggu Om Reza dan anaknya.

2) Jangan mudah kesal dan berputus asa, apalagi menyalahkan orang lain terhadap suatu kejadian yang belum jelas duduk perkaranya. Hal ini ditunjukkan dalam novel melalui dialog Tita dengan papanya yang menanyakan Om Reza yang belum datang.

3) Dalam kehidupan keseharian sebaiknya selalu berhatihat dan berkonsentrasi dalam melakukan sesuatu. Hindari tindakan yang tergesa-gesa. Pesan ini tersirat melalui kejadian ketika Tita menumpahkan minuman Adit.