Manifesto Politik: Tiga Asas Pokok Perhimpunan Indonesia

Pada kesempatan ini akan dibahas tentang sejarah dan latar belakang salah satau organisasi pergerakan nasional yaitu; Perhimpunan Indonesia, tokoh pendiri perhimpunan Indonesia, isi Manifesto Politik, Indische Vereeniging dan 4 pokok ideologi perhimpunan Indonesia (PI).

Sejarah Perhimpunan Indonesia (PI)

Pada tahun 1908 di Belanda berdiri sebuah organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Pelopor pembentukan organisasi ini adalah Sutan Kasayangan Soripada dan RM Noto Suroto.

Para mahasiswa lain yang terlibat dalam organisasi ini adalah R. Pandji Sosrokartono, Gondowinoto, Notodiningrat, Abdul Rivai, Radjiman Wediodipuro (Wediodiningrat), dan Brentel.

Manifesto Politik: Tiga Asas Pokok Perhimpunan Indonesia
Gambar: Pelajar Akivis Indisce Vereeniging

Tujuan Indisce Vereeniging

Tujuan dibentuknya Indische Vereeniging adalah untuk memajukan kepentingan bersama dari orang-orang yang berasal dari Indonesia.

Kedatangan tokoh-tokoh Indische Partij seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat, sangat mempengaruhi perkembangan Indische Vereeniging.

Masuk konsep “Hindia Bebas” dari Belanda, dalam pembentukan negara Hindia yang diperintah oleh rakyatnya sendiri.

Perasaan anti-kolonialisme semakin menonjol setelah ada seruan Presiden Amerika Serikat Woodrow Wilson tentang kebebasan dalam menentukan nasib sendiri pada negara-negara terjajah (The Right of Self Determination).

Dalam upaya berkiprah lebih jauh, organisasi ini memiliki media komunikasi yang berupa majalah Hindia Poetra.

Tiga Asas Manifesto Politik

Pada rapat umum bulan Januari 1923, Iwa Kusumasumantri sebagai ketua baru memberi penjelasan bahwa organisasi yang sudah dibenahi ini mempunyai tiga asas pokok yang disebut juga Manifesto Politik, yaitu:

a. Indonesia ingin menentukan nasib sendiri,

b. agar dapat menentukan nasib sendiri, bangsa Indonesia harus mengandalkan kekuatan dan kemampuan sendiri, dan

c. dengan tujuan melawan Belanda bangsa Indonesia harus bersatu.

Indonesische Vereeniging

Kegiatan Indische Vereeniging semakin tegas dan radikal, dan telah berkembang ke arah politik. Sejalan dengan semakin meluasnya pemakaian nama Indonesische, dirasa perlu untuk mengubah nama organisasi menjadi Indonesische Vereeniging pada tahun 1924.

Sejarah Berdirinya Perhimpunan Indonesia

Majalah Hindia Poetra pun ikut berubah nama menjadi Indonesia Merdeka. Melalui rapat pada tanggal 3 Februari 1925 akhirnya Indonesische Vereeniging diganti menjadi Perhimpunan Indonesia (PI).

Semboyan “Indonesia Merdeka” sudah menjadi slogan meskipun mengatakannya dengan Bahasa Belanda. Melalui media “Indonesia Merdeka” dan kegiatan internasional, dunia internasional mengetahui aktivitas perjuangan para pemuda Indonesia.

Berikut ini kegiatan-kegiatan internasional yang diikuti oleh PI.

a. Mengikuti Kongres ke-6 Liga Demokrasi Internasional untuk Perdamaian di Paris pada tahun 1926. Delegasi Perhimpunan Indonesia dipimpin oleh Mohammad Hatta.

b. Mengikuti Kongres I Liga Penentang Imperialisme dan Penindasan Kolonial di Berlin pada tahun 1927, mengirimkan Mohammad Hatta, Nasir Pamuncak, Batot, dan Achmad Subardjo.

Dalam perjalanannya Perhimpunan Indonesia mengalami banyak tekanan dari pemerintah Belanda, lebih-lebih setelah terjadi pemberontakan Partai Komunis Indonesia pada tahun 1926.

Konvensi Hatta-Semaun

Pengawasan dilakukan semakin ketat. Meskipun demikian, pada tanggal 25 Desember 1926 Semaun bersama Mohammad Hatta menandatangani suatu kesepakatan yang dikenal dengan Konvensi Hatta-Semaun.

Dalam kesepakatan itu ditekankan pada upaya Perhimpunan Indonesia tetap pada garis perjuangan kebangsaan dan diharapkan PKI dengan ormas-ormasnya tidak menghalang-halangi Perhimpunan Indonesia dalam mewujudkan citacitanya.

Cita-cita Perhimpunan Indonesia

Cita-cita Perhimpunan Indonesia tertuang dalam 4 pokok ideologi dengan memerhatikan masalah sosial, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik yang dikembangkan sejak tahun 1925.

Keempat pokok ideologi tersebut adalah kesatuan nasional, solidaritas, nonkooperasi, dan swadaya.