Supersemar Sebagai Tonggak Lahirnya Orde Baru

Pokok pemahasan pada artikel kali ini adalah tentang sejarah lahirnya orde baru, masa pemerintahan Soeharto, berakhirnya orde baru, lahirnya reformasi, rezim Soeharto, masa pemerintahan presiden Soeharto, Riwayat hidup Soeharto, sejarah masa orde baru, kronologi jatuhnya pemerintahan orde baru, berakhirnyaa pemerintahan orde baru dan peristiwa-peristiwa orde baru.

Supersemar sebagai tonggak lahirnya orde baru

Upaya presiden untuk memperbaiki keadaan dengan mengadakan reshufle Kabinet Dwikora tanggal 24 Februari 1966, justru menyulut demonstrasi besar-besaran.

Oleh karena dalam kabinet yang dijuluki ”Kabinet 100 Menteri” ini masih bercokol tokoh-tokoh yang dicurigai terlibat dalam Gerakan 30 September/PKI.

Dalam sebuah demonstrasi, Arief Rachman Hakim (Mahasiswa Universitas Indonesia) tewas tertembak. Dalam krisis yang mencapai puncak itu, Presiden Ir. Soekarno mengeluarkan Surat Perintah kepada Men/Pangad untuk atas nama presiden yaitu mengambil tindakan demi terjaminnya keamanan dan ketenangan serta kestabilan jalannya pemerintahan. Surat inilah yang dikenal Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar), yang menjadi penanda lahirnya Orde Baru.

Pada pembahasan sebelumnya telah dibahas usaha-usaha mempertahankan Republik Indonesia. Indonesia sebagai negara yang masih muda harus menghadapi rongrongan-rongrongan yang mengusik kedaulatan negara.

Rongrongan tersebut berasal dari luar maupun dalam negeri. Berbagai peristiwa tersebut menjadi ujian bagi bangsa kita dan bangsa kita pun telah belajar bahwa hanya dengan bersatu, berbagai persoalan dapat kita hadapi.

Pada pembahasan ini kita akan belajar memahami perubahan-perubahan pemerintahan di Indonesia dan berbagai aspek dalam kerja sama internasional.

Supersemar Sebagai Tonggak Lahirnya Orde Baru
Supersemar

Orde Baru merupakan koreksi bagi Orde Lama

Orde Baru lahir akibat krisis ekonomi dan politik yang berujung pada peristiwa Gerakan 30 September/PKI. Ada dua peristiwa besar yang bisa dijadikan tanda tergulingnya kekuasaan Presiden Soekarno.

Pertama adalah dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) kepada Mayjen Soeharto untuk mengembalikan keamanan dan ketertiban.

Peristiwa kedua adalah ditolaknya pidato pertanggungjawaban Presiden Ir. Soekarno di dalam sidang MPRS. Pada tanggal 22 Juni 1966 Presiden Ir. Soekarno menyampaikan pidato Nawaksara dalam persidangan MPRS. (Nawa = sembilan dalam bahasa Sanskerta, aksara = huruf atau istilah).

Dengan memegang Supersemar dan Tap Nomor IX/MPRS/ 1966 tentang Surat Perintah Presiden/Pangti ABRI/PBRI/Mandataris MPRS (yang berisi pengukuhan Supersemar), serta pelimpahan kekuasaan pemerintah dari Presiden Ir. Soekarno, posisi Jenderal Soeharto semakin kuat.

Demikianlah pada tanggal 12 Maret 1967 Jenderal Soeharto dilantik menjadi pejabat presiden Republik Indonesia oleh ketua MPRS Jenderal Abdul Haris Nasution.