Delapan Jalur Pemerataan sebagai Proses Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru

Pembangunan nasional pada masa Orde Baru dijalankan secara bertahap dalam jangka panjang 25 tahun dan jangka pendek 5 tahun. Pembangunan yang dilaksanakan secara bertahap dan berencana itu dikenal dengan pembangunan lima tahun (pelita) dalam masa pemerintahan Orde Baru dimulai sejak tanggal 1 April 1969.

Pada masa awal Orde Baru fokus perhatian lebih ditujukan pada stabilitas dan rehabilitasi masalah pokok, yaitu memerangi inflasi dan turunnya produksi.

Oleh karena itu, dalam jangka pendek prioritas diarahkan pada pengendalian inflasi, rehabilitasi prasarana ekonomi, peningkatan kegiatan ekspor, dan pencukupan kebutuhan pangan.

Sementara itu, prioritas program jangka panjang meliputi sektor pertanian, prasarana, industri, pertambangan, dan minyak.

Mulai pelita I strategi dasar repelita I diarahkan pada pencapaian stabilitas nasional di bidang ekonomi dan politik serta pertumbuhan ekonomi.

Pada pelita II muncul pandangan bahwa pembangunan harus berwawasan keadilan. Ketidakseimbangan pertumbuhan ekonomi antardaerah maupun antarsektor menyebabkan fokus pelita III lebih ditekankan pada pemerataan.

Delapan Jalur Pemerataan sebagai Proses Perkembangan Ekonomi pada Masa Orde Baru
Pemerataan Ekonomi

Delapan Jalur Pemerataan

Pada periode ini terkenal dengan kebijakan ”delapan jalur pemerataan”. Coba sebutkan isi kebijakan tersebut? Isi delapan jalur pemerataan yaitu;

  • Pertama, pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok yang ditekankan pada pemenuhan kebutuhan pangan, kebutuhan sandang dan papan.
  • Kedua, pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. 
  • Ketiga, pemerataan pembagian pendapatan.
  • Keempat, pemerataan kesempatan kerja.
  • Kelima, pemerataan kesempatan berusaha.
  • Keenam, pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya generasi muda dan wanita. 
  • Ketujuh, pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh wilayah tanah air.
  • Kedelapan, kesempatan memperoleh keadilan.

Pada pelita IV Indonesia berhasil mencapai swasembada beras meskipun perekonomian kacau akibat merosotnya harga minyak bumi dunia.

Kemerosotan pertumbuhan ekonomi mulai terjadi pada pelita V. Pada pelita VI pemerintah mulai menggalakkan sektor nonmigas dan prioritas pembangunan diarahkan ke wilayah Indonesia bagian timur.

Agar lebih fokus, kita akan melihat pembangunan dijalankan di sektor pertanian. Yang termasuk dalam sektor pertanian adalah tanaman pangan, peternakan, perikanan, perkebunan, dan kehutanan.

Usaha untuk mencapai swasembada pangan selama tahun 1968–1984 dan untuk mempertahankannya dilaksanakan melalui peningkatan hasil rata-rata per hektare.

Usaha itu ditempuh dengan meningkatkan intensifikasi, pengembangan teknologi tepat guna, dan meningkatkan diversifikasi tanaman pangan.

Usaha pembangunan pertanian tanaman pangan dimaksudkan untuk meningkatkan produksi maupun pendapatan dan taraf hidup petani.

Sejak awal pelita I sampai dengan akhir tahun pelita V, pembangunan peternakan memprioritaskan pengembangan peternakan rakyat, terutama melalui usaha intensifikasi dan ekstensifikasi. Tujuannya untuk meningkatkan penyediaan protein hewani.

Dengan demikian, dapat membantu meningkatkan kualitas gizi masyarakat maupun meningkatkan pendapatan para petani peternak dan kesempatan kerja.

Sejak awal pelita I sampai akhir pelita V, pembangunan perikanan memprioritaskan pengembangan perikanan rakyat. Peningkatan produksi perikanan di perairan umum dan perikanan laut pantai diberi prioritas utama.

Pemanfaatan sumber daya perikanan di perairan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), langkah yang ditempuh adalah mendorong usaha penangkapan bagi perusahaan patungan dengan perusahaan asing.

Persaingan yang tidak sehat dari para pengusaha besar perikanan laut perlu dicegah. Langkah yang ditempuh antara lain mengadakan pembagian wilayah penangkapan ikan bagi pengusaha swasta dan nelayan tradisional.

Berkat kebijakan tersebut, selama tahun 1968–1992, produksi perikanan laut meningkat menjadi hampir empat kali, yaitu dari 723 ribu ton pada tahun 1968 menjadi 2.628 ribu ton pada tahun 1992.

Sejak awal pelita I pembangunan bidang perkebunan memprioritaskan peningkatan produksi perkebunan rakyat melalui usaha rehabilitasi.

Rehabilitasi tersebut antara lain perkebunan karet, kopi, cengkih, dan kelapa. Rehabilitasi ditempuh dengan penggunaan bibit unggul serta teknik-teknik budi daya yang lebih baik, dan ekstensifikasi (perluasan areal perkebunan).

Ekstensifikasi dapat mendorong ekspor hasil-hasil perkebunan, meningkatkan kesempatan kerja serta pendapatan petani.

Masa Orde Baru memang berhasil meningkatkan produksi beberapa jenis hasil pertanian. Sektor perekonomian rakyat yang berbasis pertanian justru memegang posisi kunci dalam perekonomian nasional.

Bahkan saat krisis ekonomi mendera Indonesia, perekonomian rakyat berdasar sektor pertanian itu tidak banyak terpengaruh.